Jumat, 27 November 2015

Motivasi

Pertemuan minggu 9

Teori Harapan dan implikasi praktisnya
Dalam istilah yang lebih praktis, teori pengharapan, mengatakan seseorang karyawan dimotivasi untuk menjalankan tingkat upaya yang tinggi bila ia menyakini upaya akan menghantar ke suatu penilaian kinerja yang baik  (Victor Vroom dalam Robbin 2003:229).
Karena ego manusia yang selalu menginginkan hasil yang baik baik saja, daya penggerak yang memotivasi semangat kerja seseorang terkandung dari harapan yang akan diperolehnya pada masa depan (Hasibuan 2001:165).
Apabila harapan dapat menjadi kenyataan, karyawan akan cenderung meningkatkan gairah kerjanya. Sebaliknya jika harapan tidak tercapai, karyawan akan menjadi malas.
Teori ini dikemukakan oleh Victor Vroom yang mendasarkan teorinya pada tiga konsep penting:
  • Harapan (expentancy)
Suatu kesempatan yang diberikan terjadi karena prilaku .Harapan merupakan propabilitas yang memiliki nilai berkisar nol yang berati tidak ada kemungkinan hingga satu yang berarti kepastian.
  • Nilai (Valence)
Akibat dari prilaku tertentu mempunyai nilai atau martabat tertentu (daya atau nilai motivasi) bagi setiap individu tertentu.
  • Pertautan (Inatrumentality)
Persepsi dari individu bahwa hasil tingkat pertama akan dihubungkan dengn hasil tingkat ke dua.Vroom mengemukakan bahwa pertautan dapat mempunyai nilai yang berkisar antara –1 yang menunjukan persepsi bahwa tercapinya tingkat ke dua adalah pasti tanpa hasis tingkat pertama dan tidak mungkin timbul dengan tercapainya hasil tingkat pertama dan positip satu +1 yang menunjukan bahwa hasil tingkat pertama perlu dan sudah cukup untuk menimbulkan hasil tingkat ke dua.
Teori Tujuan dan Implikasi Praktisnya
Teori tujuan mencoba menjelaskan hubungan-hubungan antara niat atau intentions (tujuan-tujuan dengan prilaku), pendapat ini digunakan oleh Locke. Teori ini memiliki aturan dasar, yaitu penetapan dari tujuan-tujuan secara sadar. Menurut Locke, tujuan-tujuan yang cukup sulit, khusus dan pernyataannya yan jelas dan dapat diterima oleh tenaga kerja, akan menghsilkan unjuk kerja yang lebih tinggi daripada tujuan-tujuan tidak khusus, dan yang mudah dicapai. Hasil penelitian Edwin Locke dan rekan-rekan (1968), menunjukkan efek positif dari teori tujuan pada prilaku kerja.
Penetapan tujuan memiliki empat macam mekanisme:
  • Tujuan adalah yang mengarahkan perhatian
  • Tujuan adalah yang mengatur upaya
  • Tujuan adalah meningkatkan persistensi
  • Tujuan adalah menunjang strategi untuk dan rencana kegiatan
Kesimpulan
Dari penjelasan diatas mengenai Teori Harapan dan implikasi praktisnya serta Teori Tujuan dan Implikasi Praktisnya dapat disimpulkan bahwa teori pengharapan mengatakan seseorang karyawan dimotivasi untuk menjalankan tingkat upaya yang tinggi bila ia menyakini upaya akan menghantar ke suatu penilaian kinerja yang baik sedangkan teori tujuan mencoba menjelaskan hubungan-hubungan antara niat atau intentions (tujuan-tujuan dengan prilaku).
Sumber:
Leavitt, J.H., 1992 Psikologi Manajemen. Jakarta: Penerbit Erlangga

Kamis, 19 November 2015

MOTIVASI

Pertemuan minggu 8

Pengertian Motivasi
Motivasi adalah: Keinginan yang terdapat pada seorang individu yang merangsangnya melakukan tindakan (GR. Terry, yang dikutip oleh Malayu S.P Hasibuan (2005 : 145). Motivasi : pekerjaan yang dilakukan oleh manajer dalam memberikan inspirasi, semangat, dan dorongan pada orang lain, dalam hal ini karyawannya untuk mengambil tindakan-tindakan tertentu  ( Liang Gie, yang dikutip oleh Sadali Samsudin ( 2006 :281 ). Motivasi: keseluruhan proses pemberian motivasi bekerja kepada bawahan sedemikian rupa sehingga mereka mau bekerja dengan ikhlas demi tercapainya tujuan organisasi dengan efisien dan ekonomis (Siagian, yang dikutip oleh Sedarmayanti ( 2001  : 66  ). Motivasi meliputi perasaan unik, pikiran dan pengalaman masa lalu yang merupakan bagian dari hubungan internal dan eksternal perusahaan sedemikian pentingnya motivasi, banyak ahli filsafat, sosiolog, psikolog maupun ahli manajemen melakukan penelitian.
   Berikut adalah definisi-definisi mengenai motivasi yang dikutip dari beberapa ahli : Motivasi berasal dari kata latin movere yang berarti dorongan atau menggerakkan. Motivasi (motivation) dalam manajemen hanya ditujukan pada sumber daya manusia umumnya dan bawahan khususnya. Motivasi mempersoalkan bagaimana caranya mengarahkan daya dan potensi bawahan, agar mau bekerja sama secara produktif berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan yang telah ditentukan. Berikut ini adalah pengertian-pengertian motivasi kerja menurut para ahli, diantaranya yaitu:
Motivasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), (2008:930) adalah :  “ Dorongan yang timbul pada diri seseorang sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu, atau usaha–usaha yang dapat menyebabkan seseorang atau sekelompok orang tertentu bergerak melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang dikehendaki.” Motivasi kerja menurut Stephen P. Robbin (2006:214) bahwa : Motivasi merupakan proses yang berperan pada intensitas, arah, dan lamanya berlangsung upaya individu ke arah pencapaian tujuan. Motivasi kerja menurut Malayu S.P. Hasibuan (2005:141) bahwa : Motivasi kerja adalah hal yang menyebabkan, menyalurkan, dan mendukung perilaku manusia, supaya mau bekerja giat dan antusias mencapai hasil kerja yang optimal. Motivasi kerja menurut  Kusnadi (2002:330) adalah upaya-upaya yang memunculkan semangat dari dalam orang itu sendiri melalui fasilitas penyediaan kepuasan.
Dari pengertian di atas bahwa motivasi kerja merupakan suatu keahlian dalam mengarahkan atau mengendalikan dan menggerakan seseorang untuk melakukan tindakan akan perilaku yang diinginkan berdasarkan sasaran-sasaran yang sudah ditetapkan untuk mencapai tujuan tertentu.

B.    Teori Drive-Reinforcement dan implikasi praktisnya
Teori ini didasarkan atas hubungan sebab dan akibat dari perilaku dengan pemberian konpensasi. Misalnya promosi seorang karyawan itu tergantung dari prestasi yang selalu dapat dipertahankan. Sifat ketergantungan tersebut bertautan dengan hubungan antara perilaku dan kejadian yang mengikuti perilaku tersebut. Teori pengukuhan ini terdiri dari dua jenis, yaitu :
1.     Pengukuhan Positif (Positive Reinforcement), yaitu bertambahnya frekuensi perilaku, terjadi jika pengukuh positif diterapkan secara bersyarat.
2.     Pengukuhan Negatif (Negative Reinforcement), yaitu bertambahnya frekuensi perilaku, terjadi jika pengukuhan negatif dihilangkan secara bersyarat.
Jadi prinsip pengukuhan selalu berhubungan dengan bertambahnya frekuensi dan tanggapan, apabila diikuti oleh stimulus yang bersyarat. Demikian juga prinsip hukuman (Punishment) selalu berhubungan dengan berkurangnya frekuensi tanggapan, apabila tanggapan (response) itu diikuti oleh rangsangan yang bersyarat. Contoh : pengukuhan yang relatif malar adalah mendapatkan pujian setelah seseorang memproduksi tiap-tiap unit atau setiap hari disambut dengan hangat oleh manajer.
Teori ”drive” bisa diuraikan sebagai teori-teori dorongan tentang motivasi, perilaku didorong ke arah tujuan oleh keadaan-keadaan yang mendorong dalam diri seseorang atau binatang. Contohnya., Freud ( 1940-1949 ) berdasarkan ide-idenya tentang kepribadian pada bawaan, dalam kelahiran, dorongan seksual dan agresif, atau drive (teorinya akan diterangkan secara lebih detail dalam bab kepribadian). Secara umum , teori-teori drive mengatakan hal-hal berikut : ketika suatu keadaan dorongan internal muncul, individu di dorong untuk mengaturnya dalam perilaku yang akan mengarah ke tujuan yang mengurangi intensitas keadaan yang mendorong. Pada manusia dapat mencapai tujuan yang memadai yang mengurangi keadaan dorongan apabila dapat menyenangkan dan memuaskan.
Jadi motivasi dapat dikatakan terdiri dari:
ü  Suatu keadaan yang mendorong
ü  Perilaku yang mengarah ke tujuan yang diilhami oleh keadaan terdorong
ü  Pencapaian tujuan yang memadai
ü  Pengurangan dan kepusaan subjektif dan kelegaan ke tingkat tujuan yang tercapai
Setelah keadaan itu, keadaan terdorong akan muncul lagi untuk mendorong perilaku ke arah tujuan yang sesuai. Pengulangan kejadian yang baru saja diuraikan seringkali disebut lingkaran korelasi.
C. Teori Harapan dan implikasi praktisnya
Teori pengharapan berargumen bahwa kekuatan dari suatu kecenderungan untuk bertindak dengan suatu cara tertentu bergantung pada kekuatan dari suatu pengharapan bahwa tindakan itu akan diikuti oleh suatu keluaran tertentu , dan pada daya tarik dari keluaran tersebut bagi individu tersebut.
Dalam istilah yang lebih praktis, teori pengharapan, mengatakan seseorang karyawan dimotivasi untuk menjalankan tingkat upaya yang tinggi bila ia menyakini upaya akan menghantar ke suatu penilaian kinerja yang baik (Victor Vroom dalam Robbin 2003:229) Karena ego manusia yang selalu menginginkan hasil yang baik baik saja, daya penggerak yang memotivasi semangat kerja seseorang terkandung dari harapan yang akan diperolehnya pada masa depan (Hasibuan 2001:165). Apabila harapan dapat menjadi kenyataan, karyawan akan cenderung meningkatkan gairah kerjanya. Sebaliknya jika harapan tidak tercapai, karyawan akan menjadi malas.

Sabtu, 14 November 2015

Teori-teori leadership

Pertemuan minggu 7

A.MODERN CHOICE APPROACH TO PARTICIPATION
A.  Konsep Decission Tree of Leadership dari Vroom & Yetton:
Salah satu tugas utama dari seorang pemimpin adalah membuat keputusan. Karena keputusan-keputusan yg dilakukan para pemimpin sering kali sangat berdampak kpd para bawahan mereka, maka jelas bahwa komponen utama dari efektifitas pemimpin adalah kemampuan mengambil keputusan yang sangat menentukan keberhasilan melaksanakan tugas-tugas pentingnya. Pemimpin yang mampu membuat keputusan dengan baik akan lebih efektif dalam jangka panjang dibanding dengan mereka yg tidak mampu membuat keputusan dengan baik. Sebagaimana telah kita pahami bahwa partisipasi bawahan dalam pengambilan keputusan dapat meningkatkan kepuasan kerja, mengurangi stress, dan meningkatkan produktivitas.
Normative Theory dari Vroom and Yetton sebagai berikut :

1. AI (Autocratic): Pemimpin memecahkan masalah atau membuat keputusan secara unilateral, menggunakan informasi yang ada.
2. AII (Autocratic): Pemimpin memperoleh informasi yang dibutuhkan dari bawahan namun setelah membuat keputusan unilateral.
3. CI (Consultative): Pemimpin membagi permasalahan dengan bawahannya secara perorangan, namun setelah itu membuat keputusan secara unilateral.
4. CII (Consultative): Pemimpin membagi permasalahan dengan bawahannya secara berkelompok dalam rapat, namun setelah itu membuat keputusan secara unilateral.
5. GII (Group Decision): Pemimpin membagi permasalahan dengan bawahannya secara berkelompok dalam rapat; Keputusan diperoleh melalui diskusi terhadap konsensus.

Dalam memilih alternatif-alternatif pengambilan keputusan tersebut para pemimpin perlu terlebih dahulu membuat pertanyaan kepada diri sendiri, seperti: apakah kualitas pengambilan keputusan yang tinggi diperlukan, apakah saya memiliki informasi yang cukup untuk membuat keputusan yang berkualitas tersebut, apakah permasalahannya telah terstruktur dengan baik. Dalam kaitannya dengan penerimaan keputusan, pemimpin harus bertanya, apakah sangat penting untuk efektifitas implementasi para bawahan menerima keputusan, apakah para bawahan menerima tujuan organisasi yang akan dicapai melalui pemecahan masalah ini.
1. Normative Theor: Rules Designed To Protect Decision Quality (Vroom & Yetton, 1973).

2. Information Rule: Jika kualitas keputusan penting dan anda tidak punya cukup informasi   atau ahli untuk memecahkan masalah itu sendiri, eleminasi gaya autucratic.

3. Goal Congruence Rule: Jika kualitas keputusan penting dan bawahan tidak suka untuk membuat keputusan yang benar, aturlah keluar gaya partisipasi tertinggi.

4. Unstructured Problem Rule: Jika kualitas keputusan penting untuk anda kekurangan cukup informasi dan ahli dan masalah ini tidak terstruktur, eliminasi gaya kepemimpinan autocratic.

5. Acceptance Rule: Jika persetujuan dari bawahan adalah krusial untuk implementasi efektif, eliminasi gaya autocratic.

6. Conflict Rule: Jika persetujuan dari bawahan adalah krusial untuk implementasi efektif, dan mereka memegang opini konflik di luar makna pencapaian beberapa sasaran, eliminasi gaya autocratic.

7. Fairness Rule: Jika kualitas keputusan tidak penting, namun pencapaiannya penting, maka gunakan gaya yang paling partisipatif.

8. Acceptance Priority Rule: Jika persetujuan adalah kritikan dan belum tentu mempunyai hasil dari keputusan autocratic dan jika bawahan tidak termotivasi untuk mencapai tujuan organisasi, gunakan gaya yang paling partisipatif.

Dalam memilih alternatif-alternatif pengambilan keputusan tersebut para pemimpin perlu terlebih dahulu membuat pertanyaan kepada diri sendiri, seperti: apakah kualitas pengambilan keputusan yang tinggi diperlukan, apakah saya memiliki informasi yang cukup untuk membuat keputusan yang berkualitas tersebut, apakah permasalahannya telah terstruktur dengan baik. Dalam kaitannya dengan penerimaan keputusan, pemimpin harus bertanya, apakah sangat penting untuk efektifitas implementasi para bawahan menerima keputusan, apakah para bawahan menerima tujuan organisasi yang akan dicapai melalui pemecahan masalah ini.
1. Normative Theor: Rules Designed To Protect Decision Quality (Vroom & Yetton, 1973).
2. Information Rule: Jika kualitas keputusan penting dan anda tidak punya cukup informasi   atau ahli untuk memecahkan masalah itu sendiri, eleminasi gaya autucratic.
3. Goal Congruence Rule: Jika kualitas keputusan penting dan bawahan tidak suka untuk membuat keputusan yang benar, aturlah keluar gaya partisipasi tertinggi.
4. Unstructured Problem Rule: Jika kualitas keputusan penting untuk anda kekurangan cukup informasi dan ahli dan masalah ini tidak terstruktur, eliminasi gaya kepemimpinan autocratic.
5. Acceptance Rule: Jika persetujuan dari bawahan adalah krusial untuk implementasi efektif, eliminasi gaya autocratic.
6. Conflict Rule: Jika persetujuan dari bawahan adalah krusial untuk implementasi efektif, dan mereka memegang opini konflik di luar makna pencapaian beberapa sasaran, eliminasi gaya autocratic.
7. Fairness Rule: Jika kualitas keputusan tidak penting, namun pencapaiannya penting, maka gunakan gaya yang paling partisipatif.
8. Acceptance Priority Rule: Jika persetujuan adalah kritikan dan belum tentu mempunyai hasil dari keputusan autocratic dan jika bawahan tidak termotivasi untuk mencapai tujuan organisasi, gunakan gaya yang paling partisipatif.

Model ini membantu pemimpin dalam menentukan gaya yang harus dipakai dalam berbagai situasi. Tidak ada satu gaya yang dapat dipakai pada segala situasi. Fokus utama harus pada masalah yang akan dihadapi dan situasi di mana masalah ini terjadi. Gaya kepemimpinan yang digunakan pada satu situasi tidak boleh membatasi gaya yang dipakai dalam situasi lain.

Hal-hal yang harus diperhatikan:
1. Beberapa proses sosial mempengaruhi tingkat partisipasi bawahan dalam pemecahan masalah.
2. Spesifikasi kriteria untuk menilai keefektifan keputusan Yang termasuk dalam keefektifan keputusan antara lain : kualitas keputusan, komitmen bawahan, dan pertimbangan waktu.
3. Kerangka untuk menggambarkan perilaku atau gaya pemimpin yang spesifik.
4. Variabel diagnostik utama yang menggambarkan aspek penting dari situasi kepemimpinan.

B.  Teori Kepemimpinan dari Konsep Contigency Theory of Leadership dari Fiedler
Para pemimpin mencoba melakukan pengaruhnya kepada anggota kelompok dalam kaitannya dengan situasi-situasi yg spesifik. Karena situasi dapat sangat bervariasi sepanjang dimensi yang berbeda, oleh karenanya hanya masuk akal untuk memperkirakan bahwa tidak ada satu gaya atau pendekatan kepemimpinan yang akan selalu terbaik.

Penerimaan kenyataan dasar ini melandasi teori tentang efektifitas pemimpin yang dikembangkan oleh Fiedler, yang menerangkan teorinya sebagai Contingency Approach.

Asumsi dasar adalah bahwa sangat sulit bagi pemimpin untuk mengubah gaya kepemimpinan yang telah membuat ia berhasil, penekanan pada efektifitas dari suatu kelimpok, efektivitas suatu organisasi tegantung pada (is contingent upon), dua variable yang saling berinteraksi yaitu:
1.      System motivasi dari pemimpin
2.      Tingkat atau keadaan yang menyenangkan dari situasi.

  Model kepemimpinan kontijensi Fiedler (1964, 1967) menjelaskan bagaimana situasi menengahi hubungan antara efektivitas kepemimpinan dengan ukuran ciri yang disebut nilai LPC rekan kerja yang paling tidak disukai (Yukl, 2005:251). Fiedler menemukan bahwa tugas pemimpin berorientasi lebih efektif dalam situasi kontrol rendah dan moderat dan hubungan manajer berorientasi lebih efektif dalam situasi kontrol moderat.
Fiedler memprediksi bahwa para pemimpin dengan Low LPC yakni mereka yang mengutamakan orientasi pada tugas, akan lebih efektif dibanding para pemimpin yang High LPC, yakni mereka yang mengutamakan orientasi kepada orang/hubungan baik dengan orang apabila kontrol situasinya sangat rendah ataupun sangat tinggi.
Sebaliknya para pemimpin dengan High LPC akan lebih efektif dibanding pemimpin dengan Low LPC apabila kontrol situasinya moderat.
Model kepemimpinan Fiedler (1967) disebut sebagai model kontingensi karena model tersebut beranggapan bahwa kontribusi pemimpin terhadap efektifitas kinerja kelompok tergantung pada cara atau gaya kepemimpinan (leadership style) dan kesesuaian situasi (the favourableness of the situation) yang dihadapinya. Menurut Fiedler, ada tiga faktor utama yang mempengaruhi kesesuaian situasi dan ketiga faktor ini selanjutnya mempengaruhi keefektifan pemimpin. Ketiga faktor tersebut adalah hubungan antara pemimpin dan bawahan (leader-member relations), struktur tugas (the task structure) dan kekuatan posisi (position power).

1. Hubungan pemimpin-pengikut

Pemimpin akan mempunyai lebih banyak kekuasaan dan pengaruh, apabila ia dapat menjalin hubungan yang baik dengan anggota-anggotanya, artinya kalau ia disenangi, dihormati dan dipercaya.

2. Struktur tugas

Bahwa penugasan yang terstruktur baik, jelas, eksplisit, terprogram, akan memungkinkan pemimpin lebih berpengaruh dari pada kalau penugasaan itu kabur, tidak jelas dan tidak terstruktur.

3. Posisi kekuasaan

Pemimpin akan mempunyai kekuasaan dan pengaruh lebih banyak apabila posisinya atau kedudukannya memperkenankan ia memberi hukuman, mengangkat dan memecat, dari pada kalau ia memiliki kedudukan seperti itu.

C. Teori Kepemimpinan dari Konsep Path Goal Theory
Dikembangkan oleh Robert House, inti dari teori tsb  adalah merupakan tugas pemimpin untuk memberikan informasi, dukungan, atau sumber-sumber daya lain yang dibutuhkan kepada para pengikut agar mereka bisa mencapai berbagai tujuan mereka. Istilah path goal berasal dari keyakinan bahwa para pemimpin yang efektif semestinya bias menunjukkan jalan guna membantu penikut-pengikut mereka mendapatkan hal-hal yang mereka butuhkan demi pencapaian tujuan kerja dan mempermudah perjalanan serta menghilangkan berbagai rintangannya.

   House mengidentifikasikan empat perilaku kepemimpinan, Pemimpin yang direktif memberi tahu kepada para pengikut mengenai apa yang diharapka dari mereka, menentukan pekerjaan yang harus mereka selesaikan, dan memberikan bimbingan khusus terkait dengan cara menyelesaikan berbagai tugas tersebut. Pemimpin yang Suportif adalah pemimpin yang ramah dan memerhatikan kebutuhan para pengikut. Pemimpin yang partisipatif  berunding denga para pengikut dan menggunakan saran-saran mereka sebelum mengambil suatu keputusan. Pemimpin yang berorientasi pencapaian menetapkan tujuam –tujuan yang besar dan mengharapkan para pengikutnya untuk bekerja dengan sangat bai . berlawanan dengan Fiedler, House berasumsi bahwa pemimpin itu fleksibel dan bahwa pemimpin yang sama bias menampilkan satu atau seluruh perilaku ini bergantung pada situasi yang ada.

   Karakteristik karyawan sebagai contoh, berikut adalah ilustrasi prediksi-prediksi yang didasarkan pada Path Goal Theory :

·         Kepemimpinan direktif menghasilkan kepuasan yang lebih besar manakala tugas-tugasnya bersifat ambigu atau penuh tekanan bila dibandingkan dengan ketika tugas-tugas tersebut terstruktur sangat ketat dan diuraikan dengan sangat baik.

Kepemimpinan yang suportif menghasilkan kinerja dan kepuasan karyawan yang tinggi ketika karyawan mengerjakan tugas-tugas yang terstruktur.
·         Kepemimpinan direktif cenderung dipandang tidak efektif apabila karyawan memiliki kemampuan yang diyakini baik atau pengalaman yang banyak.
·         Karyawan dengan pusat kendali internal akan lebih puas denga gaya partisipatif.
·         Kepemimpina yang beorientasi pencapaian dapat meningkatkan harapan para karyawan bahwa usaha akan menghasilkan kinerja yang tinggi ketika tugas-tugas disusun secara ambigu.
Hasil studi Robert House (2008:354) menjelaskan bahwa tingkah gaya para pemimpin dapat dipengaruhi oleh employee characteristics and enviroment.

- Lima karakteristik karyawan yang memengaruhi gaya kepemimpinan yaitu:
1.      Locus of control.
2.      Kemampuan tugas (task ability)
3.      Kebutuhan berprestasi (need for achievement)
4.      Pengalarnan (experience)
5.      Kebutuhan kejelasan (needfor clarity)

- Dua faktor lingkungan yaitu:
1.      Struktur tugas (task structure)
2.      Dinarnik kelompok kerja (work group dynamic).

DAFTAR PUSTAKA  :

1. Tangkilisan, S. H.N, (2005). Manajemen publik. Jakarta: PT Grasindo.
2. Sutikno, R. B. (2007). The power of empathy in leadership. Jakarta:  Gramedia Pustaka Utama.
3. Poniman, F. N. I.,  & Azzaini,. J. (2007). Kubik leadership; Solusi esensial meraih sukses dan kemuliaan hidup. Jakarta Selatan: PT Mizan Publika.
4. Kartini Kartono, (1998). Pemimpin dan kepemimpinan. Jakarta : PT. Grafindo Persada.

Kamis, 05 November 2015

TEORI-TEORI LEADERSHIP

Pertemuan minggu ke-6

A. Pengertian Leadership
Dalam suatu organisasi leadership merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan oleh organisasi. Leadership/ kepemimpinan merupakan titik sentral dan penentu kebijakan dari kegiatan yang akan dilaksanakan dalam organisasi. Leadership adalah aktivitas untuk mempengaruhi perilaku orang lain agar supaya mereka mau diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu (Thoha, 1983:123).

Pemimpin jika dialihbahasakan ke bahasa Inggris menjadi "LEADER", yang mempunyai tugas untuk me-LEAD anggota disekitarnya. Sedangkan makna LEAD adalah :
1. Loyality, seorang pemimpin harus mampu membagnkitkan loyalitas rekan kerjanya dan
memberikan loyalitasnya dalam kebaikan.
2. Educate, seorang pemimpin mampu untuk mengedukasi rekan-rekannya dan mewariskan
tacit knowledge pada rekan-rekannya.
3. Advice, memberikan saran dan nasehat dari permasalahan yang ada
4. Discipline, memberikan keteladanan dalam berdisiplin dan menegakkan kedisiplinan
dalam setiap aktivitasnya.


B. TEORI-TEORI KEPEMIMPINAN PARTISIPATIF
 1.  Mc Douglas ( Teori x dan Y )
Teori prilaku adalah teori yang menjelaskan bahwa suatu perilaku tertentu dapat membedakanpemimpin dan bukan pemimpin pada orang-orang. Konsep teori X dan Y dikemukakan olehDouglas McGregor dalam buku The Human Side Enterprise di mana para manajer / pemimpinorganisasi perusahaan memiliki dua jenis pandangan terhadap para pegawai / karyawan yaitu teorix atau teori y. Teori XY dari Douglas McGregor menyatakan di organisasi ada dua golonganindividu: individu yang berperilaku TEORI X dan yang berperilaku Y.
- Teori X
Teori ini menyatakan bahwa pada dasarnya manusia adalah makhluk pemalas yang tidak sukabekerja serta senang menghindar dari pekerjaan dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.Pekerja memiliki ambisi yang kecil untuk mencapai tujuan perusahaan namun menginginkan balas jasa serta jaminan hidup yang tinggi. Dalam bekerja para pekerja harus terus diawasi, diancamserta diarahkan agar dapat bekerja sesuai dengan yang diinginkan perusahaan.Individu yang berperilaku teori X punya sifat :tak suka dan berusaha menghindari kerja, tak punya ambisi, tak suka tanggung jawab, tak sukamemimpin, suka jadi pengikut, memikirkan diri tak memikirkan tujuan organisasi, tak sukaperubahan, sering kurang cerdas. Contoh Individu dengan teori X : pekerja bangunan.
Keuntungan Teori X :
*karyawan bekerja untuk memaksimalkan kebutuhan pribadi.
Kelemahan Teori X:
*Karyawan malas- berperasaan irrasional- tidak mampu mengendalikan diri dan disiplin
-Teori Y
Teori ini memiliki anggapan bahwa kerja adalah kodrat manusia seperti halnya kegiatan sehari-harilainnya. Pekerja tidak perlu terlalu diawasi dan diancam secara ketat karena mereka memilikipengendalian serta pengerahan diri untuk bekerja sesuai tujuan perusahaan. Pekerja memilikikemampuan kreativitas, imajinasi, kepandaian serta memahami tanggung jawab dan prestasi ataspencapaian tujuan kerja. Pekerja juga tidak harus mengerahkan segala potensi diri yang dimilikidalam bekerja.Individu yang berperilaku teori Y punya sifat : suka bekerja, commit pada pekerjaan, sukamengambil tanggung jawab, suka memimpin, biasanya orang pintar. Contoh orang dengan teori Y: manajer yang berorientasi pada kinerja.
-Keuntungan Teori Y:
*pekerja menunjukkan kemampuan pengaturan diri,
*tanggung jawab
*inisiatif tinggi
*pekerja akan lebih memotivasi diri dari kebutuhan pekerjaan
-Kelemahan Teori Y
*apresiasi diri akan terhambat berkembang karena karyawan tidak selalu menuntut kepada perusahaan.
Dari deskripsi di atas, kita bisa ambil kesimpulan sementara bahwa sebuah organisasi akan diisidengan pekerja yang penuh semangat, berdedikasi tinggi (berperilaku teori Y) jika organisasitersebut berhasil memenuhi kebutuhan fisiologis, rasa aman, rasa kasih sayang, merasa dihargai,dan aktualisasi diri dari seluruh pekerja. Di sisi lain, pekerja yang berperilaku Y tidak lagi menuntutpemenuhan kebutuhan fisiologis atau rasa aman.Teori X ini menyatakan bahwa pada dasarnya manusia adalah makhluk pemalas yang tidak sukabekerja serta senang menghindar dari pekerjaan dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.Pekerja memiliki ambisi yang kecil untuk mencapai tujuan perusahaan namun menginginkan balas jasa serta jaminan hidup yang tinggi. Dalam bekerja para pekerja harus terus diawasi, diancamserta diarahkan agar dapat bekerja sesuai dengan yang diinginkan perusahaan. Akibatnya,perkembangan kreativitas karyawan tidak akan berjalan.Penelitian teori x dan y menghasilkan teori gaya kepemimpinan ohio state yang membagikepemimpinan berdasarkan skala pertimbangan dan penciptaan struktur.

2. Teori Sistem 4 dari Rensis Linkert

Rensis linkert dari universitas michighan mencoba mengembangkan model peniti penyambung(linking pin model) yang menggambarkan struktur organisasi. Menurut luthans (1973) struktur peniti penyambung ini cenderung menekankan dan memudahkan apa yang seharusnya terjadidalam struktur klasik yang birokratik. Ciri organisasi berstruktur peniti penyambung adalahlambatnya tindakan kelompok, hal ini harus diimbangi dengan memanfaatkan partisipasi yang positif. 
Asumsi dasar
Bila seseorang memperhatikan dan memelihara pekerjanya dengan baik maka operasionalorganisasi akan membaik. 
Fungsi-fungsi manajemen berlangsung dalam empat sistem:
1. Sistem pertama: sistem yang penuh tekanan dan otoriter dimana segala sesuatu diperintahkandengan tangan besi dan tidak memerlukan umpan balik. Atasan tidak memiliki kepercayaanterhadap bawahan dan bawahan tidak memiliki kewenangan untuk mendiskusikan pekerjaannyadengan atasan. Akibat dari konsep ini adalah ketakutan, ancaman dan hukuman jika tidak selesai. Proses komunikasi lebih banyak dari atas kebawah.
2. Sistem kedua: sistem yang lebih lunak dan otoriter dimana manajer lebih sensitif terhadapkebutuhan karyawan. Manajemen organisasi berkenan untuk percaya pada bawahan dalamhubungan atasan dan bawahan, keputusan ada diatas namun ada kesempatan bagi bawahanuntuk turut memberikan masukan atas keputusan itu.
3. Sistem ketiga: sistem konsultatif dimana pimpinan mencari masukan dari karyawan. Disinikaryawan bebas berhubungan dan berdiskusi dengan atasan dan interaksi antara pimpinan dankaryawan nyata. Keputusan di tangan atasan, namun karyawan memiliki andil dalam keputusantersebut.
4. Sistem keempat: sistem partisipan dimana pekerja berpartisipasi aktif dalam membuatkeputusan. Disini manajemen percaya sepenuhnya pada bawahan dan mereka dapat membuatkeputusan. Alur informasi keatas, kebawah, dan menyilang. 
Komunikasi kebawah pada umumnyaditerima, jika tidak dapat dipastikan dan diperbolehkan ada diskusi antara karyawan dan manajer.Interaksi dalam sistem terbangun, komunikasi keatas umumnya akurat dan manajer menanggapiumpan balik dengan tulus. Motivasi kerja dikembangkan dengan partisipasi yang kuat dalampengambilan keputusan, penetapan goal setting (tujuan) dan penilaian .Teori empat sistem ini menarik karena dengan penekanan pada perencanaan dan pengendalianteori ini menjadi landasan baik untuk teori posisional dan teori hubungan antar pribadi.

3. Model Leadership Continuum
Teori ini merupakan hasil pemikiran dari Robert Tannenbaum dan Warren H. Schmidt.Tannenbaun dan Schmidt dalam Hersey dan Blanchard (1994) berpendapat bahwa pemimpin mempengaruhi pengikutnya melalui beberapa cara, yaitu dari cara yang menonjolkan sisi ekstrimyang disebut dengan perilaku otokratis sampai dengan cara yang menonjolkan sisi ekstrim lainnyayang disebut dengan perilaku demokratis.
Perilaku otokratis, pada umumnya dinilai bersifat negatif, di mana sumber kuasa atau wewenangberasal dari adanya pengaruh pimpinan. Jadi otoritas berada di tangan pemimpin, karenapemusatan kekuatan dan pengambilan keputusan ada pada dirinya serta memegang tanggung jawab penuh, sedangkan bawahannya dipengaruhi melalui ancaman dan hukuman. Selain bersifatnegatif, gaya kepemimpinan ini mempunyai manfaat antara lain, pengambilan keputusan cepat,dapat memberikan kepuasan pada pimpinan serta memberikan rasa aman dan keteraturan bagibawahan. Selain itu, orientasi utama dari perilaku otokratis ini adalah pada tugas.
Perilaku demokratis; perilaku kepemimpinan ini memperoleh sumber kuasa atau wewenang yangberawal dari bawahan. Hal ini terjadi jika bawahan dimotivasi dengan tepat dan pimpinan dalammelaksanakan kepemimpinannya berusaha mengutamakan kerjasama dan team work untukmencapai tujuan, di mana si pemimpin senang menerima saran, pendapat dan bahkan kritik daribawahannya. Kebijakan di sini terbuka bagi diskusi dan keputusan kelompok.
Menurut teori kontinuun ada tujuh tingkatan hubungan peminpin dengan bawahan :
a) Pemimpin membuat dan mengumumkan keputusan terhadap bawahan (telling).
b) Pemimpin menjual dan menawarkan keputusan terhadap bawahan (selling).
c) Pemimpin menyampaikan ide dan mengundang pertanyaan.
d) Pemimpin memberikan keputusan tentative, dan keputusan masih dapat diubah.
e) Pemimpin memberikan problem dan meminta sarang pemecahannya kepada bawahan(consulting).
f) Pemimpin menentukan batasan ± batasan dan minta kelompok untuk membuat peputusan.
g) Pemimpin mengizinkan bawahan berfungsi dalam batas ± batas yang ditentukan (joining).
Jadi, berdasarkan teori continuum, perilaku pemimpin pada dasarnya bertitik tolak dari duapandangan dasar yaitu Berorientasi kepada pemimpin dan Berorientasi kepada bawahan.


DAFTAR PUSTAKA  :
1. Purwanto, M. Ngalim. 1991. Administrasi dan Supervisi Pendidikan.      Bandung: Remaja Rosdakarya. Robbins, Stephen P. 2002. Prinsip-2. 2.prinsip Perilaku Organisasi. Jakarta: Erlangga.Thoha, Miftah.      1983. Kepemimpinan dalam Manajemen. Jakarta: Rajawali Pers.
3. Servant Leadeship atau Kepemimpinan Hamba oleh Meme Mery, SE,      Trainer di PT PHILLIPS, Inc JKT.

4.http://www.scribd.com/mobile/doc/39178958/TEORI-KEPEMIMPINAN-PARTISIPATIF